Hujan

Namanya juga musim hujan, dan kota kembang mekar disiram hujan. Tapi yang mekar ternyata bukan cuma bunga-bunga di taman kota dadakan yang dipasang pemkot di beberapa perempatan jalan. Kemacetan pun ikutan mekar. Melebar ke mana-mana gara-gara banjir cileuncang (= istilah Urang Sunda kalau bilang banjir dadakan akibat air meluap nggak ketampung sama gorong-gorong yang tersumbat sampah) .

Namanya juga musim hujan. Nggak heran kalau hujan pun menyambangi kota ini setiap hari. Dan ingatanku pada musim kemarau kemarin pun hilang digelontor air hujan. Kalau diingat-ingat, bulan kemarin aku selalu berdoa minta hujan ketika siang. Bagaimana tidak, jalanan berdebu ditambah terpaan sinar matahari yang menusuk itu bikin aku selalu kliyengan setiap hari. Pusing. Panas di ubun-ubun rasanya sampai ke hati. Emosi.

Lain lagi bulan ini. November rain. Meski udara Bandung menjadi dingin, ternyata aku tetep emosi. Buliran air hujan sebesar pipilan jagung itu bikin kacamataku basah dan berembun. Sepatu selalu kuyup sehingga harus rajin-rajin ganti kaos kaki. Harus juga rajin nyuci baju, kalau nggak mau kehabisan baju layak pakai. Beruntung, minggu ini sepertinya hujan lebih suka turun malam hari. Siang  hari yang kuyup itu kini pun teduh karena mendung.

Begitulah musim hujan. It’s a kind of loves and hates relationship. Begitu kira-kira kalau majalah mingguan populer menggambarkan hubunganku dengan hujan. Benci tapi rindu senandung lagu jadul. Hujan ternyata juga mencairkan banyak kekakuan.

Omongan yang awalnya kaku menjadi cair karena membicarakan hujan. “Gimana, hujan terus nih di Bandung?” tanya seorang teman kerja yang datang dari Jakarta. Kami jarang berkomunikasi, tapi berkat hujan, kami pun lancar mengobrol.

“Hore, desaku hujan juga!” Begitu pesan singkat dari seorang teman lama di dataran tinggi di Yogya sana. Kami sudah lama tidak bertemu dan bertukar cerita, dan berkat hujan kami pun lancar bercerita kembali.

Dan berkat hujan pula, kawasan terminal Blok M celaka yang selalu kubenci itu pun menjadi adem Jumat kemaren. (Ya jelas adem lah, wong hujan dueressnya minta ampun!). Dalam hujan, seseorang yang baik menemani. “Hujan siang itu nggak cuma bikin masuk angin, tapi juga masuk hati”, begitu kata seorang teman.

Hujan

9 thoughts on “Hujan

  1. Hujan terus ya di Bandung? Di negeri merlion juga terus-menerus hujannya. Udara jadi segar, tidur pun jadi nyaman karena hawa dingin. Kalau dingin lalu minum teh anget.

  2. hujan….hujan bisa mendinginkan dan hujan bisa membanjiri…but salah siapa?salah hujan ato salah kita..air adalah sumber kehidupan…hujan adalah harmonisasi alam..hujan..hujan…hujan basuhlah jiwa kami yang makin kering agar segar..seprti bunga-bunga yang bermekaran setelah turun hujan…dan seprti buah mangga yang kian ranum dengan aroma hujan yang menyengat…
    sari..

  3. rain…rain..go away
    come again another day…

    (lanjutannya gak inget lagii..)

    itu yang bakal kusenandungkan kalo hujan turun pas jam berangkat ato pulang kantor. males kali berbasah2 n becek-becek.
    kalo pas lg di kosan, hmm, enaknya langsung menyusup di balik selimut tebal 🙂

  4. suryasenja says:

    @semua: eh.. hujan gerimis aje… bisa bikin suasana melankolis dramatis bagi pecinta lagu romantis, tapi sekaligus tragis buat yang kebanjiran

Leave a reply to munggur Cancel reply